Kisah Benteng yang Diperebutkan 3 Negara di Maluku Utara

Labuha - Di Pulau Bacan, Maluku Utara berdiri sebuah benteng yang diperebutkan 3 negara: Portugis, Spanyol, dan juga Belanda. Ini sekelumit kisah Benteng Barnaveld.

Benteng Barnaveld berdiri di Kota Labuha, ibu kota Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara. Tepatnya di Jalan Benteng Barnaveld, tak jauh dari Lapangan Samargalila.

Nama Benteng Barnaveld masih kalah terkenal dengan benteng lainnya di Maluku Utara seperti Benteng Kalamata, Benteng Tolukko, hingga Benteng Kastella. Namun benteng ini rupanya dianggap sangat strategis, sampai-sampai 3 bangsa rebutan menguasai benteng ini.

detikTravel berkunjung ke Benteng Barnaveld pertengahan bulan Agustus lalu. Ditemani Muhammad Nur Kamarullah, Kepala Dinas Pariwisata Halmahera Selatan, kami dipandu mengelilingi benteng yang ukurannya tidak terlalu besar ini.

"Dulu benteng ini menghadap langsung ke laut. Rumah-rumah belum ada. Ini kan daerah delta, jadi lama-lama sedimennya jadi tanah baru. Saya dulu rumah di sekitar sini, tapi sekarang sudah pindah," jelas Nur pada detikTravel.

Ikhsan, pemandu yang menemani rombongan detikTravel (Wahyu/detikTravel)Ikhsan, pemandu yang menemani detikTravel (Wahyu/detikTravel)

Ikhsan, pemandu yang turut menemani kami pun menjelaskan bahwa nama Benteng Barnaveld diambil dari nama sebuah kota di Belanda, yaitu Barneveld yang ada di Provinsi Gelderland. Padahal sebenarnya, benteng ini bukan dibuat oleh Belanda, melainkan oleh Bangsa Portugis.

Dari data sejarah, faktanya adalah bangsa Portugis-lah yang pertama kali datang ke Pulau Bacan dan membangun benteng ini di tahun 1558. Portugis datang ke Pulau Bacan karena tertarik dengan rempah-rempah yang merupakan komoditas paling berharga di zaman itu.

Namun, Portugis berkuasa tidak lama. Kedatangan bangsa Spanyol membuat benteng ini beralih kepemilikan, dari tangan Portugis ke kekuasaan Spanyol. Di tahun 1609, benteng ini akhirnya jatuh ke tangan Belanda, setelah Laksamana Muda Simon Hoen dengan dibantu Sultan Ternate, berhasil memaksa Spanyol untuk mengembalikan benteng ini ke tangan mereka.

Bangunan rumah tambahan di atas benteng (Wahyu/detikTravel)Bangunan rumah tambahan di atas benteng (Wahyu/detikTravel)

Oleh Belanda, benteng ini pun dipugar dan diperkokoh lagi. Empat bastion lengkap dengan meriamnya dibangun mengelilingi benteng. Di tengah-tengah benteng dibangun rumah sebagai tempat singgah. Rumah beratapkan rumbia (kini sudah diganti dengan seng) itu dibangun dengan tembok batu setebal 30 centimeter.

Di dalam benteng juga dibuat ruang bawah tanah. Sebuah sumur dengan air yang segar juga dibangun di dalam benteng. Nama Barnaveld pun disematkan agar makin menegaskan bahwa benteng tersebut merupakan daerah kekuasaan Belanda.

Benteng Barnaveld dikelilingi oleh parit dengan lebar sekitar 2 meter. Parit ini juga digunakan untuk melindungi benteng dari serangan musuh. Sementara itu dari atas benteng, kita bisa melihat keindahan Gunung Sibella. Dahulu laut juga terlihat, tetapi kini hanya rumah-rumah penduduk saja sejauh mata memandang.

Meriam-meriam di setiap sudut benteng (Wahyu/detikTravel)Meriam-meriam di setiap sudut benteng (Wahyu/detikTravel)

Menjelajahi Benteng Barneveld seperti masuk ke mesin waktu. Kita seakan diajak kembali ke masa lalu, membayangkan saat benteng ini sedang di zaman jaya-jayanya.

Dari benteng, bisa langsung melihat ke laut, memantau kapal-kapal dagang yang memuat rempah. Kapal musuh yang akan datang mendekat juga terpantau dari atas benteng. Pantas jika benteng mungil ini jadi rebutan 3 negara yang ingin memonopoli perdagangan rempah di Maluku Utara.

Sehari-harinya, jika sedang tidak ada wisatawan yang datang berkunjung, pagar benteng ini akan terkunci rapat. Pemegang kuncinya adalah warga sekitar yang tinggal tak jauh dari benteng. Kalau mau berkunjung, tinggal utarakan niat saja ke pemegang kunci, nanti pintu gerbang akan dibukakan. (wsw/wsw)

0 Response to "Kisah Benteng yang Diperebutkan 3 Negara di Maluku Utara"

Posting Komentar