Publik Indonesia berduka atas meninggalnya Syahrie Anggara, mahasiswa Indonesia yang kuliah di Leicester, Inggris yang meninggal usai dihantam badai di pegununungan Mont Blanc, Italia.
Syahrie diketahui meninggal di rumah sakit Italia kemarin (22/9) setelah sempat koma akibat hipotermia setelah terkena perubahan cuaca ekstrim dan badai salju saat mendaki Mont Blanc.
Faktanya, gunung tertinggi Eropa dengan puncak ketinggian 4,808 Mdpl ini memang tidak selalu seindah yang terlihat. Perubahan cuaca dan badai ekstrim kerap kali terjadi dan merenggut nyawa para pendaki.
Perubahan cuaca ekstrim kerap terjadi di Mont Blanc (Thinkstock)
|
Pada pertengahan Agustus bulan lalu (19/8), faktor cuaca dan badai salju ekstrim juga merenggut nyawa seorang pendaki asal Ukraina (42) yang tengah mendaki Mont Blanc seperti diberitakan media The Local.
Namun bukan hanya perubahan cuaca ekstrem dan badai salju saja yang menjadi momok saat mendaki Mont Blanc. Dikumpulkan detikTravel dari berbagai sumber, Sabtu (23/9/2017) jalur yang rawan longsor juga menjadi salah satu resiko yang harus dihadapi para pendaki.
Berbagai resiko itu pun tidak hanya terjadi di musim dingin, tapi juga di musim panas. Sinar matahari dapat melembutkan lapisan salju dan menyebabkan longsor, dan jangan lupakan perubahan cuaca ekstrim yang bisa terjadi kapan saja.
Tanpa aklimatisasi yang cukup, para pendaki juga bisa terkena altitude sickness ketika berada di ketinggian 2.500 Mdpl. Di mana bisa berakibat pada rasa mual, pusing hingga kematian.
Walau terdengar berbahaya, persiapan yang matang bisa menjadi modal berharga bagi para pendaki untuk mencapai puncak Mont Blanc atau Monte Bianco.
Persiapan fisik dan kesiapan alat juga dibutuhkan (Thinkstock)
|
Modal pertama yang wajib dipersiapkan adalah peralatan. Beda dengan gunung di daerah tropis seperti Indonesia, pendaki perlu mempersiapkan kapak es, sepatu salju bergerigi dan pakaian tebal untuk menangkal angin dan udara dingin.
Perlu diketahui, perubahan cuaca ekstrim dapat menurunkan temperatur udara dari 30 derajat celcius menjadi 9 derajat celcius dalam waktu singkat. Di puncak Mont Blanc, temperatur udara bahkan bisa drop hingga minus 15 derajat celcius. Belum lagi kalau ada angin, bisa sampai minus 30 derajat celcius.
Persiapan fisik yang rutin juga perlu dilakukan untuk mendaki Mont Blanc. Jika kamu tidak rutin olahraga dan berpikir mau mendaki Mont Blanc, mungkin kamu harus berpikir lagi dua kali.
Kemampuan mendaki gunung bersalju juga diperlukan. Setidaknya calon pendaki harus lebih dulu memiliki pengetahuan dasar untuk mendaki Pegunungan Alpen seperti Mont Blanc sebelumnya.
Terakhir, menyewa guide profesional bisa menjadi salah satu opsi teraman untuk mendaki Mont Blanc. Hanya harus diketahui, ada biaya tidak murah yang harus dikeluarkan. Kira-kira sekitar 1975 Euro atau sekitar Rp 31 juta.
Ya, dibutuhkan banyak persiapan seperti alat dan fisik untuk mendaki Mont Blanc. Tentunya Mont Blanc bukan gunung untuk pemula atau anak hipster yang hanya mencari foto cantik di atas gunung. (rdy/rdy)
0 Response to "Mont Blanc, Gunung Tertinggi Eropa yang Tak Selalu Ramah"
Posting Komentar