Tarian Perang Maluku, Antara Kehidupan dan Tuhan

Banda Neira - Salah satu tarian tradisional Maluku adalah cakelele. Tarian perang ini tidak sekedar seni, namun menyimpan makna yang berhubungan dengan kehidupan dan Tuhan.

Tarian Cakalele merupakan tarian yang menunjukan kesiapan untuk berperang. Hampir di segala penjara Maluku kita dapat menyaksikan tarian ini, termasuk di Banda Neira.

Beberapa waktu lalu, detikTravel berkunjung ke Banda Neira dan menyaksikan langsung tarian perang yang indah ini. 5 orang penari mengenakan baju berwarna cerah, dengan topi berbulu yang indah, sambil memegang tombak, menari-nari mengelilingi 5 bambu yang ditancapkan ke tanah.

Penari mengelilingi 5 bambu yang tertancap di halaman Rumah Adat (Syanti/detikTravel)Penari mengelilingi 5 bambu yang tertancap di halaman Rumah Adat (Syanti/detikTravel)

"Bambu ini adalah bambu khusus yang di ambil dari tempat tertentu. Bambu yang dipilih harus lurus. Hal ini sebagai gambaran niat yang lurus, tujuan dan hati yang lurus. Juga bambu yang lurus menggambarkan kepribadian lurus, jujur, dan meyakini kebesaran Tuhan," jelas Mochtar Thalib (62), wakil ketua adat Kampung Baru, Banda Neira.

Biasanya tarian ini erat kaitannya dengan acara adat Buka Kampung dan Tutup Kampung. Tarian ini diperuntukan menyambut tamu-tamu penting seperti presiden, menteri, dan kedutaan asing bila berkunjung ke Banda Neira.

Di Banda Neira, traveler dapat melihat tarian ini di Desa Lonthor, Kampung Baru, Kampung Waer, Kampung Salamon, Kampung Negre, dan Kampung Run. Tarian Cakalele di Banda Neira terbilang unik, dibandingkan dengan daerah Maluku lainnya. Karena di sini, Cakalele perpaduan dari seni tari, seni busana, dan seni berperang.

Penari memberikan hormat kepada Ketua AdatPenari memberikan hormat kepada Ketua Adat Foto: (Syanti/detikTravel)

"Yang membedakan tarian Cakalele di tiap kampung di Banda Neira adalah warna dari pakaiannya. Kalau di Kampung baru warnanya kuning," tambah Mochtar.

Personil tari dari Cakelele adalah 5 orang, kecuali dari dari Desa Lonthor yang penarinya sebanyak 9 orang. Nantinya penari akan diiringi oleh Mai-mai (penari perempuan) penabuh tifa dan gong, pemegang umbul-umbul, pemuka adar, serta para penduduk yang menyaksikan tarian ini.

Para penari menarikan gerakan yang sesuai dengan hentakan musik dan energik. Hal ini sebagai perwujudan jiwa patriotis dan heroik dari pejuang. Mereka mengunakan kostum yang terlihat elit, dengan motif bangsawan Belanda. Jadi wajar saja bila tarian ini hanya ditampilkan saat tertentu, menyambut tamu-tamu elit yang berkunjung ke Banda Neira.

Penari mengelilingi puang (Syanti/detikTravel)Penari mengelilingi puang (Syanti/detikTravel)

Sebelum menari para personil akan memberikan penghormatan kepada Ketua Adat. Kemudian barulah mereka menari dengan energik mengelilingi 5 bambu yang tertancap di halaman.

Setelah mengelilingi bambu, penari naninya akan masuk ke rumah adat dan mengelilingi puang( bunga kelapa). Setelah itu penari nantinya akan keluar bersama Mei-mei, dan menari kembali mengelilingi bambu. Pada saat ini tamu undangan atau wisatawan diperbolehkan ikut menari bersama. (sym/aff)

0 Response to "Tarian Perang Maluku, Antara Kehidupan dan Tuhan"

Posting Komentar