Dilansir dari situs BBC, Selasa (9/1/2018) Aokigahara terletak di bagian barat laut Gunung Fuji, sekitar 100 kilometer sebelah barat Tokyo. Dengan luas 30 kilometer persegi, hutan tersebut cukup subur akibat curahan lahar yang berasal dari Gunung Fuji ketika gunung tersebut meletus tahun 864.
Sayangnya, pamor hutan ini bukan karena bentang alamnya yang indah. Sejak lama, Aokigahara sudah dikenal sebagai tempat bunuh diri. Angka bunuh diri di sana pun tidak main-main.
Berdasarkan catatan resmi, terdapat 21.897 orang yang meninggal dunia akibat bunuh diri di Jepang pada 2016. Angka itu termasuk yang paling rendah selama 20 tahun terakhir.
Memasuki Hutan Aokigahara (aokigaharaforest.com)
|
Menilik sejarah ke belakang, Aokigahara kerap disangkutpautkan dengan kematian karena kawasan itu diyakini pernah digunakan untuk melakoni ubasute ritual untuk mengasingkan manula ketika masa kelaparan dan musim kering melanda. Sebagian orang Jepang bahkan masih percaya bahwa ada arwah-arwah yang bergentayangan di hutan itu.
Masyarakat dunia mungkin baru mengenal Aokigahara sebagai hutan bunuh diri di tahun 1961. Kala itu, Tower of Waves, novel karya Seicho Matsumoto terbitan 1961 berisi aksi bunuh diri sepasang kekasih di Hutan Aokigahara. Buku lain, The Complete Manual of Suicide (1993) karya Wataru Tsurumi, menggambarkan Aokigahara sebagai 'tempat sempurna untuk meninggal dunia'. Buku-buku itu terjual jutaan eksemplar.
Beberapa film juga mengambil popularitas Aokigahara. Ada setidaknya dua film yang terinspirasi oleh reputasi Aokigahara, yakni Sea of Trees (2015), yang dibintangi Mathhew McConaughey, dan film horor The Forest yang dirilis 2016 lalu. Ada pula sejumlah acara televisi yang membahas Aokigahara di sejumlah negara.
Yang terbaru, Youtuber asal Amerika Serikat Logan Paul jadi perbincangan. Dia menuai kontroversi dengan mengunggah vlog-nya saat sedang berada di Hutai Aokigahara, Jepang. Dalam postingannya tersebut dia memperlihatkan jasad di hutan, yang memang dikenal sebagai tempat bunuh diri di Jepang. Karena menuai kecamanan dan kritikan dari beragam pihak, dia menghapus dan meminta maaf kepada publik melalui videonya yang baru.
Terus Mencegah Kasus Bunuh Diri
Dengan pepohonan lebat dan hampir tidak ada binatang liar, Aokigahara merupakan tempat sunyi dan mencekam yang dipenuhi bebatuan dengan formasi janggal.
Di beberapa tempat ada penanda dan peringatan berisi informasi konseling anti-bunuh diri. Sejumlah penanda bahkan berisi imbauan kepada pengunjung untuk 'merenungkan anugerah kehidupan sekaligus rasa sakit yang Anda timbulkan untuk keluarga Anda'.
(BBC)
|
Untuk mencegah potensi bunuh diri, pemerintah Jepang mengerahkan petugas patroli dan memasang kamera pengawas. Pemilik toko-toko di sekitar hutan juga bersedia sebagai relawan untuk mencegah bunuh diri. Pemilik sebuah kedai kopi di pintu masuk hutan, misalnya, mengklaim kepada surat kabar Japan Times bahwa dia telah menggagalkan 160 aksi bunuh diri selama 30 tahun dengan mengamati pengunjung yang datang sendirian.
Sejumlah pakar mengamini bahwa kesendirian merupakan penyebab depresi dan bunuh diri di kalangan orang dewasa dan manula. Meski demikian, faktor stres dan keuangan juga menjadi pemicu bunuh diri di antara kaum muda.
Pembatas untuk tidak memasuki Aokigahara lebih dalam (aokigaharaforest.com)
|
Kepolisian Jepang menunjukkan data bahwa pada 2010, 57% dari semua korban bunuh diri melakukan aksi mereka setelah pulang kantor. Khusus di Jepang, faktor pemicu lainnya adalah tradisi bunuh diri demi martabat dan kehormatan. Lagipula, tiada budaya kecaman terhadap bunuh diri di Negeri Sakura.
(aff/aff)
0 Response to "Aokigahara, Bunuh Diri dan Popularitas"
Posting Komentar