Jalur Trekking Pertama Manusia di Zona Merah Mesir

Saint Catherine - Jalur Sinai (Sinai Trail) di Mesir menjadi jalur penjelajahan jarak jauh manusia untuk pertama kali. Namun, traveler yang akan mengunjunginya kini, akan masuk ke zona merah yang bahaya.

Melansir CNN Travel, Selasa (30/1/2018), keadaan pariwisata di sana terlihat sepi. Sejak Revolusi Mesir 2011, ekonomi semenanjung Sinai dan Suku Badui semakin sulit.

Di Provinsi Sinai Utara, kerusuhan yang terus berlanjut telah membawa bentrokan antara militan dan pihak berwenang Mesir. Beberapa waktu lalu, serangan teroris paling mematikan terjadi dalam sejarah Mesir dan menarik perhatian dunia setelah adanya pembantaian di sebuah masjid sufi. Jalur Sinai melewati Sinai Selatan, berjarak sekitar 279 kilometer dari perbatasan dengan Jalur Gaza, yang menjadi fokus aktivitas pemberontakan dan intervensi militer Mesir.

Dalam laporan internasional, terdapat perbedaan dramatis antara Sinai Utara dan Sinai Selatan. Sinai Selatan adalah wilayah yang bergantung pada pariwisata, namun pengunjung yang datang ke resor-resor di sana telah berkurang drastis.

Baca juga: Jalur Trekking Pertama Manusia Ada di Mesir?

Rumah di Jalur Sinai MesirRumah di Jalur Sinai Mesir (Dok. CNN Travel)

Ancaman terhadap tradisi

Di padang pasir pedalaman di mana masyarakt Badui secara tradisional hidup, dampaknya bahkan lebih parah lagi. Industri pariwisata yang hancur telah meninggalkan banyak pekerjaan.

Menurut beberapa pengamat, Badui Mesir telah menjadi kelompok terpinggirkan saat ini dan terputus dari perkembangan wisata arus utama. Mereka, Badui Mesir hanya membimbing pejalan kaki melewati padang pasir dan tetap seperti itu untuk mempertahankan cara dan budaya tradisionalnya.

Kini sebagian dari mereka yang terikat pekerjaan itu harus merelakan penghasilannya. Banyak pemandu telah menjual unta mereka kepada anggota suku lain. Itulah sebabnya, trveler yang ke sana dengan Suku Tarabin dari bibir Pantai Laut Merah menuju tempat perkemahan akan menumpang Jeeps, bukan unta. Bahkan, salah satu suku di Sinai yang lebih kecil, pemandu Tarabin tidak mempunyai cukup unta untuk dibawa menyusuri Jalur Sinai.

"Kami ingin mengajari anak-anak kita untuk bekerja dengan unta dan untuk belajar tentang padang pasir. Inilah tradisi kita, yang diturunkan dari generasi ke generasi," kata pemandu Tarabin, Musallem Abu Faraj, yang juga membantu menemukan Jalur Sinai pada tahun 2015.

Suku Badui Mesir di Semenanjung SInaiSuku Badui Mesir di Semenanjung SInai (Dok. CNN Travel)

Menemukan Jalur Bersejarah

Sekelompok pemandu suku Badui berkumpul untuk menelusuri Jalur Sinai pada musim gugur 2014. Inilah usaha untuk mendukung budaya mereka, membangun jalan baru ke masa depan yang lebih stabil untuk Sinai Selatan.

Suku Tarabin, Muzeina dan Jebeleya membuat koperasi yang bisa membagi penghasilan secara adil bagi suku mereka. Mereka meluncurkan sebuah kampanye berkesinambungan yang disebut 'Sinai is Safe' dan dibagikan lewat platform media sosial.

Jaringan komunitas dan gosip beredar diketahui antar anggota dan setiap anggota suku mengetahui keberadaan traveler yang melintasi padang pasir. Saat tidur, traveler dijamin nyenyak di malam hari, karena perlindungan suku-suku tersebut.

Di balik berita utama tentang hal buruk di Sinai, kawasan ini menawarkan dunia yang indah antara harapan untuk masa depan dan sejarahnya yang panjang. Semenanjung Sinai adalah jalur hubungan darat antara Afrika dan Asia yang akrab bagi pedagang dan peziarah.

Kamu dapat menemukan jejak para pelancong yang terdahulu. Ada salib berusia berabad-abad terukir di batu-batu pasir merah dan petroglif menggambarkan garis khas gundukan unta. Badui Sinai bertaruh dengan para pejalan bahwa suatu hari nanti akan ada keajaiban di sana semenanjung itu. (msl/fay)

Related Posts :

0 Response to "Jalur Trekking Pertama Manusia di Zona Merah Mesir"

Posting Komentar