Selain keindahan laut, Pulau Nusalaut juga punya monumen perjuangan. Monumen itu didirikan sebagai simbol perjuangan pahlawan nasional Martha Christina Tiahahu.
Monumen itu terletak di Desa Abubu, Pulau Nusalaut, Maluku Tengah. Patung serupa sebenarnya juga ada di bukit Karang Panjang, Ambon. Bedanya, di Nusa Laut Martha Tiahahu tangan kirinya sedang menunjuk ke arah Benteng Beverwijk sementara tangan kanannya memegang tombak.
Patung tersebut memiliki tinggi sekitar 5 meter. Patung itu juga dikelilingi oleh pagar beton berbentuk persegi empat dengan luas sekitar 20 meter persegi.
Foto: undefined
Patung Martha C Tiahahu (Ega/detikTravel) |
Patung Martha memiliki latar belakang laut yang indah. Jika dilihat dari jauh, patung tersebut membangkitkan semangat perjuangan bagi siapa saja yang melihatnya.
Di bawah patung tersebut tertulis:
"Martha Christina Tijahahu Mutiara Nusalaut. Pahlawan Nasional Republik Indonesia yang gugur pada 2 Januari 1818 dalam membantu perjuangan Pattimura bersama ayahnya Kapitan Paulus Tijahahu mengusuir penjajah Belanda di Maluku. Monumen ini diusahakan oleh Ibu Roesiah Sardjono SH Sekretaris Jenderal Departemen Sosial RI, ketua Badan Pembina Pahlawan Pusat, Jakarta."
detikTravel berkesempatan bertemu dengan salah satu keturunan keluarga Paulus Tihahu, belum lama ini. Dia adalah Frans Tiahahu yang mengaku keturunan keempat dari keluarga tersebut.
"Marta Christina seorang putri, dia meninggal di usia 17 tahun, dia berjuang mempertahankan kemerdekaan, walaupun seorang remaja," ungkap Frans.
Frans menjelaskan Martha adalah anak dari pasangan Paulus Tiahahu dan Petersina Warlau. Martha memang dilahirkan di Desa Abubu, Pulau Nusalaut.
"Saat Papanya meninggal dia meneruskan perjuangannya. Dia mengusir penjajah Belanda dan bangsa Portugis," tuturnya.
Foto: undefined
Tulisan di bawah patungnya (Ega/detikTravel) |
Saat berjuang, Martha akhirnya ditangkap oleh Belanda dan hendak diasingkan ke Jawa sebagai pekerja di kebun kopi. Martha dibawa menggunakan kapal Eversten. Namun dalam perjalanannya, dia sempat melawan dengan melakukan aksi mogok makan.
"Dia ditangkap oleh Belanda. Mereka membawa Martha ke Jawa dengan kapal. Dalam perjalanan itu dia menghembuskan nafas terakhir dan mayatnya dibuang ke laut," jelasnya.
Dikutip dari berbagai sumber, Martha yang lahir sekitar tahun 1800 membantu ayahnya Kapitan Paulus Tiahahu dalam perang Pattimura tahun 1817 melawan Belanda.
Dengan rambutnya yang panjang terurai ke belakang serta berikat kepala sehelai kain berang (merah) ia tetap mendampingi ayahnya dalam setiap pertempuran baik di Pulau Nusalaut maupun di Pulau Saparua.
Siang dan malam ia selalu hadir dan ikut dalam pembuatan kubu-kubu pertahanan. Ia bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga memberi semangat kepada kaum wanita di negeri-negeri agar ikut membantu kaum pria di setiap medan pertempuran sehingga Belanda kewalahan menghadapi kaum wanita yang ikut berjuang. (aff/aff)
0 Response to "Cerita Gadis 17 Tahun yang Berjuang Melawan Penjajah Belanda"
Posting Komentar